Note

Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi

· Views 33
Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi
Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi. (Foto: Reuters)

IDXChannel - Rupiah masih tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan, Senin (25/3/2024). Per pukul 13.34 WIB, rupiah berada di level Rp15.803 per USD.

Sebelumnya, rupiah ditutup Rp15.773 per USD, melemah 0,77 persen pada perdagangan jelang akhir pekan, Jumat (22/3). Pada penutupan sesi sebelumnya, rupiah ditutup pada level Rp15.653 per USD pada Kamis (21/3). Berdasarkan data Trading View, dalam lima hari rupiah sudah melemah 0,82 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Baca Juga:
Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi Papan Pemantauan Khusus Tahap II Berlaku, Transaksi 220 Saham Pakai Skema Full Call Auction

Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi

Ini menunjukkan ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tercermin dari kebijakan sejumlah bank sentral utama dunia terkait arah suku bunga.

Baca Juga:
Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi Saham Grup Panin PNLF hingga CFIN Tiba-Tiba Terbang, Kabar Apa Lagi?

Kebijakan suku bunga ini menyebabkan penguatan indeks dolar dan yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.

Kondisi ini bisa mendorong lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market, termasuk Indonesia.

Baca Juga:
Rupiah Rawan Dekati Rp16 Ribu per Dolar AS Imbas Asing Terus Jual Obligasi Pertumbuhan Laba Diprediksi Terjaga, Intip Target Saham Bank Jago (ARTO)

Di awal bulan ini, Algo Research menuliskan ekspektasi bahwa rupiah bisa bergerak menembus level psikologis 16.000 per USD dan menutup gap di 16.200.

“Secara global, inflasi kemungkinan akan meningkat meskipun ada penurunan suku bunga hingga adanya stimulus fiskal. Di dalam negeri, kami melihat arus keluar dari Indonesia, terutama obligasi, ketika investor mulai menilai prospek kebijakan pemerintah ke depan seperti defisit anggaran tinggi hingga banyaknya pinjaman,” kata riset Algo, Minggu (24/3).

Dalam riset tersebut, Algo menambahkan kebijakan “Dot-Plot” The Federal Reserve (The Fed) yang relatif lebih hawkish dan stimulus fiskal AS yang berlebihan akan semakin mengapresiasi USD.

Informasi saja, berdasarkan data transaksi Bank Indonesia (BI) per 18 hingga 21 Maret 2024, nonresiden (asing) di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp6,68 triliun terdiri dari jual neto Rp8,20 triliun di pasar SBN, beli neto Rp1,77 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,25 triliun di SRBI.

Sepanjang 2024, berdasarkan data setelmen hingga 21 Maret 2024, nonresiden jual neto Rp24,92 triliun di pasar SBN, beli neto Rp27,93 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp21,93 triliun di SRBI.

Selain itu, pelemahan mata uang utama Asia seperti Yen dan Yuan kemungkinan akan berdampak pada mata uang negara berkembang lainnya, terutama negara-negara pengekspor, termasuk Rupiah.

Sementara pada hari ini, indeks dolar turun di bawah 104,3 karena investor menjadi berhati-hati menjelang laporan indeks harga PCE AS untuk bulan Februari yang akan dirilis akhir pekan ini.

Namun, indeks dolar masih mendekati level tertinggi dalam lima minggu di tengah spekulasi bahwa suku bunga AS akan tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Ini akan mendorong investor untuk mencari instrumen safe-haven seperti dolar.

Dolar juga terapresiasi tajam terhadap yuan pada minggu lalu karena adanya pelonggaran kebijakan dan dukungan dari bank-bank pemerintah China.

Pada Kamis (21/3/2024), dua bank sentral pendukung kenaikan suku bunga, yakni Bank of England dan Swiss National Bank telah memilih untuk mempertahankan dan menurunkan suku bunga tetap.

Swiss National Bank secara tak terduga memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps (basis points), menjadi bank pemberi pinjaman besar pertama yang memulai siklus pelonggaran suku bunga.

Bank of England juga memberikan jeda dovish dan menetapkan kebijakan suku bunga tak berubah.

Sementara itu, Bank of Japan akhirnya mengakhiri era suku bunga negatif dan mengakhiri pengendalian kurva imbal hasil (YCC) membuat pasar semakin optimistis terhadap perekonomian Jepang. (ADF)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.